CARA MERAIH PAHALA KETIKA DISAKITI ( Raisya Syakina 3C)

Cara meraih pahala ketika disakiti itu ada 4, yaitu :

  1. Bersabar
  2. Menahan Amarah
  3. Memaafkan
  4. Bersikap baik kepada orang yang menyakiti

adapun penjelasan dari keempat cara itu, sebagai berikut :

1. BERSABAR

Bersabar dalam pergaulan adalah sifat mukmin sejati. Oleh sebab itu, dalam pergaulan sehari-hari dibutuhkan kesabaran sehingga tidak cepat marah, atau memutuskan hubungan apabila menemui hal-hal yang tidak disukai. Terhadap sikap yang tidak menyenangkan atau menyebalkan, suka mengganggu, kita diharuskan bersabar menghadapi sikap mereka. Mengenai ini Rasulullah SAW. Bersabda :

Mukmin yang bergaul dengan manusia dan sabar atas gangguan mereka, lebih baik daripada yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar atas gangguan mereka.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi).

Dalam pengertian dan pengalaman keseharian, sabar cenderung berarti menahan emosi, menahan amarah, atau menahan diri untuk tidak tergesa-gesa bertindak mengikuti keinginan perasaan.

Imam Ghazali mengatakan “sabar adalah suatu kondisi mental dalam mengendalikan nafsu yang tumbuhnya adalah atas dorongan ajaran agama.”

Oleh karena itu, kita harus mampu mengontrol emosi dan amarah agar hubungan yang harmonis dengan keluarga, teman, tetangga atau dengan siapa pun bisa selalu terjaga. Jika hal ini dapat kita lakukan, maka kita akan hidup dengan ketentraman dan ketenangan, sehingga nikmat Allah dapat kita peroleh baik didunia maupun diakhirat.

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu kita agar bersabar ketika disakiti oleh orang lain, diantaranya adalah sebagai berikut : ”mengakui bahwa Allah SWT. Adalah dzat yang menciptakan segala perbuatan hamba, baik itu gerakan, diam dan keinginan.”

2 . MENAHAN AMARAH

Boleh jadi, ketika dihina, dilecehkan, atau disakiti, sikap yang muncul adalah marah, lalu kita ingin membalasnya. Jika tidak terbalaskan maka terkadang muncul rasa dendam. Ingatlah, pelampiasan dendan hanya merupakan bentuk pembelaan diri yang dilandasi oleh keinginan melampiaskan hawa nafsu.

Rasulullah SAW. Tidak pernah melakukan pembalasan yang disadari keinginan pribadi, padahal menyakiti hati beliau termasuk tindakan menyakiti Allah SWT. Dan menyakiti beliau termasuk diantara perkara yang didalamnya berlaku ketentuan ganti rugi. Meskipun demikian, beliau tidak pernah melakukan pembalasan yang disadari keinginan pribadi (jiwanya) terhadap berbagai pihak yang telah menyakitinya. Beliau juga tidak marah ketika ada orang menghina atau menyakitinya.

Kemarahan yang diperturutkan hanya akan menyebabkan kerugian. Kemarahan hanya akan menyakiti diri sendiri. Sebab, sikap amarah hanya akan merusak diri kita, baik secara fisik maupun psikis. Orang yang marah akan membuat saraf menegang, jantung terpacu lebih kencang, bahkan bisa mengorbankan kesehatan dan kebahagiaan. Sikap amarah yang diperturutkan akan membawa perasaan dan hati kita sempit dan terbebani, bahkan bisa membuat hati tidak tenang. Sebaliknya, orang yang mampu menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, sangat dicintai oleh Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT. Memuji orang-orang yang mampu menahan amarahnya seperti firman-Nya berikut :

"والكظمين الغيظ والعافين عن الناس"

… Dan, orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang…” (QS. Ali’Imran [3]:134).

Dalam sebuh hadits, Rasulullah SAW. Juga menegaskan bahwa orang yang mampu menahan dirinya di saat marah, sejatinya ia adalah orang yang kuat. Beliau bersabda:

Orang yang kuat bukan yang banyak megalahkan orang dengan kekuatannya. Orang yang kuat hanyalah yang mampu menahan dirinya disaat marah.” (HR. Bukhari)

Orang yang mampu menahan amarahnya akan semakin mudah tersenyum. Dari bibirnya akan terkembang senyuman untuk semua orang. Meskipun orang lain menyakitinya, ia akan tersenyum karena hal itu akan mendatangkan pahala baginya.

3 . MEMAAFKAN

Memaafkan merupakan amalan yang sangat mulia ketika seseorang mampu bersabar terhadap gangguan yang ditimpakan orang kepadanya, serta memaafkan kesalahan orang, padahal ia mampu untuk membalasnya. Memang sebuah kewajaran bila seseorang menuntut haknya dan membalas orang yang menyakitinya. Di dalam Al-Quran, seseorang dibolehkan membalas kejelekan orang lain dengan yang semisalnya. Akan tetapi, sikap yang lebih mulia dan baik jika ia memaafkanya.

Dari Al-Qur’-an surat Asy-Syuura [42]:40 menjelaskan tentang seseorang yang memaafkan orang lain yeng telah berbuat jelek kepadanya dianggap sebagai sifat mulia, terutama bila pemaafan itu dirasa ada perbaikan bagi orang yang berbuat jelek atau bisa mendatangkan perbaikan dan membuahkan maslahat yang besar. Namun, bila orang itu tidak pantas untuk di maafkan dan maslahat yang sesuai syariat menuntut untuk dihukum, maka dalam kondisi seperti ini tidak dianjurkan untuk dimaafkan.

Terkadang, memaafkan kesalahan orang dianggap sebagai sikap lemah dan bentuk kehinaan, padahal justru sebaliknya. Jika orang membalas kejahatan yang dilakukan seseorang kepadanya, maka sejatinya dimata manusia tidak ada keutamaannya. Tetapi, dikala ia memaafkan padahal mampu untuk membalasnya, maka ia mulia dihadapan Allah SWT. Dan manusia.

Adapun kemulian yang akan kita peroleh jika bisa memaafkan kesalahan orang lain, yaitu :

  1. mendatangkan kecintaan —> Menurut Ibnu Katsir, jika kita berbuat baik kepada orang yang berbuat jelek kepada kita maka kebaikan ini akan menggiring orang yang berlaku jahat merapat kepada kita. Ia pun akan mencintai dan condong sehingga ia pada akhirnya akan menjadi teman dekat kita.
  2. mendapat pembelaan dari Allah SWT —> Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah RA., ada seorang laki-laki berkata “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya kerabat. Aku berusaha menyambungnya, namun mereka memutuskan hubungan denganku. Aku berbuat baik kepada mereka, namun mereka berbuat jelek. Aku bersabar dari mereka, namun mereka berbuat kebodohan terhadapku.” Lalu, Rasulullah SAW. Bersabda : “Jika benar yang kamu ucapkan maka seolah-olah kamu menebarkan abu panas kepada mereka. Dan, kamu senantiasa mendapat penolong dari Allah SWT. Atas mereka selama kamu diatas hal itu.”
  3. memperoleh ampunan dan kecintaan dari Allah SWT —> Dari Al-Qur’an surat At-Taghaabun [64]:14 menjelaskan tentang bahwa Allah SWT, mencintai orang yang memaafkan, karena memberi maaf termasuk berbuat baik kepada manusia. Dan, ingatlah! Allah SWT. Cinta kepada orang yang berbuat baik. Dalam beberapa ayat lain, Allah SWT. Juga menegaskan bahwa orang yang senantiasa memaafkan orang lain atas kesalahannya maka ia akan memperoleh pahala yang sangat besar dari Allah SWT.
  4. mulia disisi Allah maupun Manusia —> Selain memiliki kedudukan yang tinggi disisi Allah SWT., orang yang memaafkan kesalahan orang lain juga mulia dimata manusia. Demikian pula ia akan mendapat pembelaan dari orang lain atas lawannya, dan tidak sedikit musuhnya berubah menjadi kawan. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. Bersabda : “Shadaqah-hakikatnya-tidaklah mengurangi harta, dan tidaklah Allah SWT menambah seorang hamba karena memaafkan kecuali kemuliaan, dan tiada seorang yang rendah hati (tawadhu’) karena Allah SWT., melainkan diangkat oleh Allah SWT.” (HR. Muslim dan Abu Hurairah Ra.

4 . BERSIKAP BAIK KEPADA ORANG YANG MENYAKITI

Tentunya, setiap muslim mengharapkan dan bahkan sangat mendambakan bisa berjumpa dengan Allah SWT. Di akhirat kelak nanti. Nah, didalam Al-Quran surat Al-Kahfi ayat 110 tersebut memberikan petunjuk agar kita dapat merealisasikannya. Salah satu caranya ialah dengan berbuat baik.

Dalam kehidupan didunia, kita harus mengasihi dan mempedulikan lingkungan dan orang disekitar. Semua ini harus kita tunjukkan melalui tindakan nyata, kita harus selalu siap mengulurkan tangan kepada siapapun yang membutuhkan. Berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik atau telah banyak membantu kita tentunya sudah biasa dan wajar, namun yang istimewa adalah jika kita mampu berbuat baik kepada orang yang telah melukai atau menyakiti, mendzalimi atau telah memfitnah kita. Sikap ini tentu bukanlah perkara gampang, sebab sakit itulah yang sering menghalangi kita untuk membalas rasa sakit itu dengan kebaikan

Apabila kita terbiasa dengan sikap take and give, maka hal itu bisa menjadikan kita sulit untuk berbuat baik kepada orang yang telah menyakiti kita. Oleh karena itu, biasakanlah untuk bersikap ikhlas, tanpa pamrih terhadap semua hal yang kita lakukan. Hendaklah berbuat baik kepada orang lain, bukan saja karena mereka telah baik kepada kita, melainkan karena Allah yang senantiasa baik kepada kita meskipun kita lalai dengan perintahnya. Dengan demikian, kita akan senantiasa berbuat baik pada orang lain meskipun mereka tak memperlakukan kita dengan baik.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. Bersabda : “Wahai Uqbah, bagaimana jika kuberitahukan kepadamu tentang akhlak penghuni dunia dan akhirat yang paling utama? Hendaklah kamu menyambung hubungan persaudaraan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, hendaklah kamu memberi orang yang tidak mau memberimu, dan maafkanlah orang yang telah mendzalimimu.” (HR. Ahmad, Hakim, dan Baghawi).

Meskipun tetap berbuat baik kepada orang yang telah melukai atau menyakiti kita tidak mudah, tetapi demi mengharapkan ridha dan perjumpaan dengannya, maka hendaklah kita terus berusaha dan bersegera berbuat baik, termasuk kepada orang yang telah berbuat baik kepada kita. Apabilah kita masih bisa berbuat kebaikan, membantu orang lain, berarti kita memiliki kelebihan. Tangan yang memberi pasti lebih mulia dari tangan yang menerima, dan setelah memberi, Lupakanlah ! tanpa berharap balasan dari orang tersebut.

Comments